Nendyan Saimima

A little girl. A Student. A Woman

Selasa, 01 Mei 2012


Hukum Perikatan
Pengertian
Sistem pengaturan hukum perikatan yang diatur dalam buku III BW yang menganut sistem terbuka, artinya orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apapun juga menyimpang dari apa yang telah di tetapkan
1.     Pengertian
Perikatan merupakan hubunbgan yang terjadi di anatara dua orang atau lebih yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Dalam bahasa Belanda perikatan disebut dengan verbintenissentecht, terdapat perbedaan antara beberapa ahli hukum dalam memberikan istilah Hukum Perikataan.

KUH Perdata dalam buku III menyebutkan tentang Perikatan, bukan Hukum Perikataan, seperti diatur dalam pasal 1233 KUH Perdata bahwa, tiap-tiap perikataan dilahirkan baik karena persetujuaan, maupun karena undang-undang.

Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya Asas-asas Hukum Perjanjiaan, hukum perjanjiaan ini dalam bahasa Belanda dinamakan het Verbintenissentercht. Jadi Verbintenissentercht oleh Wirjono diterjemahkan menjadi Hukum Perjanjian bukan Hukum Perikatan.

R.Subekti, tidak menggunakan istilah hukum perikatan tetapi istilah perikatan sesuai dengan judul buku III KUH Perdata tentang perikatan. Dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata, beliau menulis perkataan perikatan (Verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab buku II KUH Perdata memuat tentang perikatan yang timbul dari :
a)    Persetujuan atau perjanjian
b)   Perbuatan yang melanggar hukum
c)    Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.

Untuk perjanjian dalam bahasa belanda disebut Overeenkomst sedangkan hukum perjanjian disebut Overeenkomstenrecht. Perngertian perjanjian lebih sempit dari perikatan, karena perikatan lebih luas daripada perjanjian. Perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab perikatan itu dapat terjadi karena
  1. ·         Perjanjian (kontrak)
  2. ·        Bukan dari perjanjian (dari undang-undang).
Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini, ditimbulkan suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan tersebutlah yang dinamakan dengan Perikatan.
Dengan demikian hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian menimbulkan perikatan, dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Oleh karena itu setiap ,masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.

 Dasar Hukum Perikatan
menurut KUH Perdata, sumber daripada perikatan terdiri dari :
  1. perikatan yang timbul dari persetujuan
  2. perikatan yang timbul dari undang-undang
  3. bukan karena perjanjian, terjadi karena perbuatan pelanggaran.
  4. yurisprudensi
  5. hukum tertulis dan hukum tidak tertulis
  6. ilmu pengetahuan hukum
 Asas-asas dalam Hukum Perjanjian
 perjanjian di dalam buku III KUH Perdata menganut suatu asas yaitu :
  • Asas Kebebasan , Pasal 1338 KUH Perdata dikatakan bahwa segala sesuatu perjanjian dibuat secara sah oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sedangkan sistem terbuka mempunyai arti bahwa dalam membuat perjanjian para pihak diperkenankan untuk menentukan isi daripada perjanjiannya sebagai undang-undang bagi mereka sendiri dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UU, ketertiban umum dan norma kesusilaan.
  • Asas Konsensualisme , dikatakan bahwa perjanjian tersebut lahir pada saat tercapainnya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan suatu formalitas. Asas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
  • Asas Kepribadian , bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya, kebuali perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga yang diatur dalam Pasal 1318 KUH Perdata.
Wanprestasi dan Akibatnya
wanprestasi timbul apabila salah satu pihak tidak melakukan apa yang diperjanjikan, atau dia lalai atau alpa atau ingkar janji. Adapun bentuk daripada wansprestasi dapat berupa empat macam yaitu :
  1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
  2. melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
  3. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
  4. melakukan yang menurut  perjanjian tidak boleh dilakukannya
karena wansprestasi mempunyai akibat-akibat yang berat, maka tidak mudah untuk menyatakan bahwa seseorang lalai atau alpa. Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bagaimna caranya memperingatkan seorang debitor. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar